sebuah kutukan dimata saya bagi negara ini, bagaimana seseorang mengambil kekuasaan dengan korban yang tak terkira pada pembantaian massal 1965 hingga tibanya musim tumbangnya sang tiran pada Mei 1998 yang juga memangsa korban yang tak terhitung. betapa nestapanya sosok sang jenderal yang satu ini,
dan sekarang banyak penjilat yang masih menjilatinya diliang kubur dengan berkoar – koar membuat opini “Sang pahlawan”.
Oh..Indonesia, kita sudah lupa rupanya bagaimana keganasannya memberangus media publik, kebebasan berpendapat dan beropini, membabat habis aktivis dan mereka yang mulai mempertanyakan keabsolutan sang penguasa.
Bagaimana pasal -pasal demi keamanan nasional, stabilitas nasional, bla..bla…lainnya menjadi petaka, bagaimana istilah diamankan menjelma sebegitu menakutkan menjadi penculikan.
Entah dia dinobatkan menjadi pahlawan agraria, pahlawan pangan, sembada,… seorang kriminal tetaplah seorang kriminal, dan opini untuk memaafkannya adalah opini kotor! Karena bagsa yang besar ini dipaksa untuk melupakan kelaliman penguasanya. bagaimana saya bisa memaafkan seseorang yang saya sendiri tidak tau apa saja kejahatannya, terlalu gampang kita memaafkan seseorang.
15 tahun yang lalu kita bisa melihat bagaimana itu “people power”.
walaupun ketika itu orang tua saya harus menjemput saya dari sekolah putih merah saya, masih terlalu hijau…
saya bukanlah ingin menyampaikan keborokannya, tapi opini saya adalah bagaimana baiknya pun seseorang, dia tetap sama dimata hukum.
15 tahun reformasi, 15 tahun yang lalu kita masih mengingat bagaimana pertarungan seseungguhnya antara pemimpin dengan yang dipimpin, pertarungan aparat dengan rakyat, pertarungan peluru dengan batu, pertarungan panser dengan molotov, 15 tahun kita masih berusaha keluar dari semua masalah yang dilahirkan orde sebelumnya, kita masih belajar siapa itu “pemimpin”…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar