Jakarta - Nada optimisme menyeruak dari kalangan SMK. Dengan minat yang begitu besarnya pada Esemka, mobil itu diyakini bisa bersaing di pasar nasional jika dipasarkan nanti.
"Kalau semuanya mendukung pasti kita bisa, dan mengalahkan Jepang itu mudah. Dengan mobil nasional, kehilangan pasar 20 persen saja mereka (produsen Jepang) pasti kelimpungan," ujar mantan Kepala Sekolah SMK 1 Singosari Malang yang merupakan sekolah pelopor mobil Esemka, Bagus Gunawan kepada detikOto.
Bagus yang juga menyaksikan kelahiran Esemka dari tahun 2007-2008 itu menuturkan awalnya SMK sempat meminta produsen Jepang untuk memberi mesin-mesin untuk kegiatan praktik siswa-siswa di SMK.
"Tetapi ketika membeli mobil Toyota, Daihatsu keluaran Jepang kita tidak boleh mesinnya saja, tetapi harus dengan membeli mobilnya juga, dan itu terlalu berat. APBN tidak cukup," ujar Bagus yang kini menjabat direktur politeknik Malang.
Karena itulah akhirnya, Esemka menggunakan mesin sendiri dalam kurun waktu 4 bulan semua SMK sudah jadi membuat, setelah itu dipamerkan di Jakarta di 2009.
"Di situlah mulai banyak berkomentar 'Lho ternyata bisa yah membuat mobil?' Kalau dengan melakukan dengan handmade kita tidak sanggup untuk membuat massal, tapi waktu itu yang penting kita bisa buat, meski dengan tangan konvensional," ujarnya.
Sekarang perlahan demi perlahan pola pembuatan Esemka pun berubah, dari buatan tangan berubah menjadi semi pabrikan.
"Pola sebelumnya membuat dalam jumlah sedikit, pola kedua sudah mulai kearah manufakturing seperti pabrik dengan membuat kendaraan dengan jumlah besar," ujarnya.( jan69)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar